Lelaki ini mendapat julukan al-Jud karena kemurahan
hatinya pada orang lain. selain keahliannya dalam membuat syair, ia juga laki-laki yang dermawan. Nama laki-laki itu adalah Hatim al-Jawad. Sifat dermawannya ini dibuktikan hingga sang istri, anak-anak, dan keluarganya yang sering mengalami kekurangan, tapi tidak sampai ke tahap kesusahan. Inilah salah satu orang yang mewarisi sifat nabi.
Permasalan ini sangat menarik untuk kita ulas. Seperti yang kita tahu, bahwa tak sembarang orang bisa mewarisi sifak kenabian. Nabi adalah orang-orang yang memiliki ketaatan dan ketaqwaan yang lebih kepada Allah. Lantas bagaimana bisa seorang kafir memiliki sifat kenabian?
Hatim juga sosok yang zuhud. Ia tidak pernah gila harta. Bahkan ia selalu membagikan harta pada kerabat dan orang lain yang membutuhkan. Siapa saja yang datang ke rumahnya untuk meminta bantuan, maka ia selalu memberikan bantuan sejumlah harta yang dimiliki untuk membantu orang lain.
Meskipun tidak sempat mendapatkan hidayah, laki-laki ini telah menjadi kebanggaan orang Makkah al-Mukarramah. Ia selalu diingat dan namanya abadi selalu dipuja. Seperti halnya bunga kesturi yang harumnya semerbak.
Kita sering mendengar peribahasa yang mengatakan jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sifat dermawan yang dimiliki Hatim ini diwariskan pada seorang anaknya. Anak pertamanya bernama Safanah. Rasa dermawannya ini tidak kalah dengan sang ayah. Pada suatu ketika, ia mendatangi Rasulullah SAW untuk menceritakan masalah laki-laki yang pasling berjasa di dalam hidupnya.
Ia mengatakan jika sungguh ayahnya telah mengobati orang yang menderita, menghormati tamu, menjaga dari kerusakan, membebaskan masalah orang yang bermasalah, mengenyangkan orang yang sedang lapar, menghidangkan makanan, menyebarkan salam, dan tidak pernah mengusir orang yang mempunyai kebutuhan.
Kemudian Nabi menjawab bahwa sesunguhnya ini adalah sifat seorang mukmin yang benar. Apabila Hatim adalah orang Islam, maka Nabi akan mengasihinya. Nabi memerintahkan untuk membiarkannya karena Hatim mencintai akhlak yang mulia sedangkan Allah menyukai akhlak yang mulia. Seperti halnya sifat wajib Rasul dan artinya ini perlu untuk diteladani.
Sungguh mulianya Rasulullah SAW. Beliau tetap memberikan penghargaan bagi ia yang berakhlak mulia meskipun bukan seorang muslim. Beliau memuji akhlaknya yang mulia seperti Allah menyukai kemuliaan akhlak setiap hamba-Nya.
Berkat akhlak mulia Nabi inilah yang menjadikan Safanah memeluk agama Islam. Safanah kemudian melafalkan syahadat karena melihat mulianya akhlak Nabi dan kedermawanannya. Karena Safanah menyaksikan sendiri betapa mulianya Rasulullah, maka ia mengajak keluarga dan para sahabatnya untuk mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah hingga menjadi seorang muslim yang sebenarnya dimana selalu beriman kepada Allah SWT.
Sifat Nabi Muhammad terhadap wanita juga haruslah dipelajari, khususnya bagi para suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik dan benar.
Berdasarkan kisah akhlak mulia nabi tersebut, Rasulullah mengajarkan sifat toleransi dimana kita harus menghargai orang lain, meskipun berbeda agama. Rasul tetap memuji kebaikan akhlak yang dimiliki orang kafir itu. Namun, apakah amalan itu diterima atau tidak, biarkanlah menjadi rahasia Allah SWT.
Sebagai seorang muslim, kita harus malu karena orang kafir yang tidak mengakui keberadaan Allah saja memiliki sikap yang mulia, tapi bagaimana dengan kita. Kita yang mengaku sebagai seorang muslim, seharusnya memiliki perilaku yang lebih baik. Hal ini dikarenakan kita memiliki sosok tauladan yang sangat disayangi oleh Allah SWT, yakni Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Kumpulanmisteri.com
hatinya pada orang lain. selain keahliannya dalam membuat syair, ia juga laki-laki yang dermawan. Nama laki-laki itu adalah Hatim al-Jawad. Sifat dermawannya ini dibuktikan hingga sang istri, anak-anak, dan keluarganya yang sering mengalami kekurangan, tapi tidak sampai ke tahap kesusahan. Inilah salah satu orang yang mewarisi sifat nabi.
Permasalan ini sangat menarik untuk kita ulas. Seperti yang kita tahu, bahwa tak sembarang orang bisa mewarisi sifak kenabian. Nabi adalah orang-orang yang memiliki ketaatan dan ketaqwaan yang lebih kepada Allah. Lantas bagaimana bisa seorang kafir memiliki sifat kenabian?
Hatim juga sosok yang zuhud. Ia tidak pernah gila harta. Bahkan ia selalu membagikan harta pada kerabat dan orang lain yang membutuhkan. Siapa saja yang datang ke rumahnya untuk meminta bantuan, maka ia selalu memberikan bantuan sejumlah harta yang dimiliki untuk membantu orang lain.
Meskipun tidak sempat mendapatkan hidayah, laki-laki ini telah menjadi kebanggaan orang Makkah al-Mukarramah. Ia selalu diingat dan namanya abadi selalu dipuja. Seperti halnya bunga kesturi yang harumnya semerbak.
Kita sering mendengar peribahasa yang mengatakan jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Sifat dermawan yang dimiliki Hatim ini diwariskan pada seorang anaknya. Anak pertamanya bernama Safanah. Rasa dermawannya ini tidak kalah dengan sang ayah. Pada suatu ketika, ia mendatangi Rasulullah SAW untuk menceritakan masalah laki-laki yang pasling berjasa di dalam hidupnya.
Ia mengatakan jika sungguh ayahnya telah mengobati orang yang menderita, menghormati tamu, menjaga dari kerusakan, membebaskan masalah orang yang bermasalah, mengenyangkan orang yang sedang lapar, menghidangkan makanan, menyebarkan salam, dan tidak pernah mengusir orang yang mempunyai kebutuhan.
Kemudian Nabi menjawab bahwa sesunguhnya ini adalah sifat seorang mukmin yang benar. Apabila Hatim adalah orang Islam, maka Nabi akan mengasihinya. Nabi memerintahkan untuk membiarkannya karena Hatim mencintai akhlak yang mulia sedangkan Allah menyukai akhlak yang mulia. Seperti halnya sifat wajib Rasul dan artinya ini perlu untuk diteladani.
Sungguh mulianya Rasulullah SAW. Beliau tetap memberikan penghargaan bagi ia yang berakhlak mulia meskipun bukan seorang muslim. Beliau memuji akhlaknya yang mulia seperti Allah menyukai kemuliaan akhlak setiap hamba-Nya.
Berkat akhlak mulia Nabi inilah yang menjadikan Safanah memeluk agama Islam. Safanah kemudian melafalkan syahadat karena melihat mulianya akhlak Nabi dan kedermawanannya. Karena Safanah menyaksikan sendiri betapa mulianya Rasulullah, maka ia mengajak keluarga dan para sahabatnya untuk mengikuti ajaran yang dibawa Rasulullah hingga menjadi seorang muslim yang sebenarnya dimana selalu beriman kepada Allah SWT.
Sifat Nabi Muhammad terhadap wanita juga haruslah dipelajari, khususnya bagi para suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik dan benar.
Berdasarkan kisah akhlak mulia nabi tersebut, Rasulullah mengajarkan sifat toleransi dimana kita harus menghargai orang lain, meskipun berbeda agama. Rasul tetap memuji kebaikan akhlak yang dimiliki orang kafir itu. Namun, apakah amalan itu diterima atau tidak, biarkanlah menjadi rahasia Allah SWT.
Sebagai seorang muslim, kita harus malu karena orang kafir yang tidak mengakui keberadaan Allah saja memiliki sikap yang mulia, tapi bagaimana dengan kita. Kita yang mengaku sebagai seorang muslim, seharusnya memiliki perilaku yang lebih baik. Hal ini dikarenakan kita memiliki sosok tauladan yang sangat disayangi oleh Allah SWT, yakni Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Kumpulanmisteri.com
Posting Komentar